Credits:AI generated
Transisi digital di sektor transportasi bukan hal baru, tapi ketika pemerintah mulai merancang undang-undangnya, itu jadi babak penting. Hari ini (21/05), pembahasan RUU Transportasi Online secara resmi dimulai di DPR. Ini bukan sekadar regulasi, namun juga menyangkut arah bisnis platform transportasi digital ke depan dan mata pencaharian jutaan pengemudi.
Dilansir dari Katadata, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memulai pembahasan awal Rancangan Undang-Undang (RUU) Transportasi Online pada Senin, 13 Mei 2024. Dalam pertemuan perdana ini, DPR turut mengundang perwakilan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai wilayah untuk mendengarkan langsung suara lapangan.
RUU ini digarap sebagai upaya untuk memberikan payung hukum bagi aktivitas transportasi daring yang selama ini hanya diatur melalui peraturan menteri. Salah satu isu krusial yang mengemuka adalah perlindungan dan kepastian hukum bagi pengemudi ojol yang selama ini berstatus sebagai mitra, bukan karyawan. Hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari DPR terkait isi draf RUU, namun keterlibatan pengemudi menjadi sinyal bahwa partisipasi publik akan menjadi bagian dari proses ini.
Keterlibatan para pengemudi dalam pembahasan ini dipandang penting untuk menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak: negara, perusahaan aplikasi, dan para pekerja transportasi daring.
Ekosistem Baru?
Dilihat dari sisi HR, jika RUU ini diarahkan untuk mengatur dan melindungi, maka pertanyaannya bukan hanya soal perlindungan, tapi juga soal peran. Apakah pengemudi ojol akan tetap dianggap sebagai mitra lepas, atau akan ada struktur relasi kerja baru? Jadi, nantinya bukan sekadar soal jaminan sosial atau tarif, tapi bisa menyangkut arsitektur relasi industrial baru yang harus dipahami secara sistemik karena dampaknya akan berpengaruh pada keseluruhan ekosistem, mulai dari pean pengemudi ojol dan segala benefit barunya (jika jadi), kemampuan aplikator selaku perusahaan yang menaungi, hingga efek ke demand (permintaan) dari masyarakat, yang mana akan berpengaruh ke transaksi.
Kita juga perlu mengawasi apakah regulasi ini akan menciptakan kejelasan atau justru membuka celah baru untuk ketimpangan. Perusahaan platform dan regulator perlu diingatkan bahwa kebijakan bukan dibuat untuk memberi rasa nyaman kepada salah satu pihak, tapi untuk menciptakan ekosistem yang adil dan berkelanjutan.