Skip to main content

Lapangan Kerja Baru dari Pabrik E-Metanol Pertama di Dunia

. Credits:katadata.co.id

Dalam sebuah era yang semakin haus akan energi bersih, langkah Denmark membuka pabrik e-metanol skala komersial pertama di dunia bukan cuma jadi kabar baik untuk lingkungan tapi juga sinyal kuat bahwa transisi energi bukan lagi wacana. Ini bukan sekadar eksperimen laboratorium, tapi revolusi nyata yang dimulai dari kota kecil bernama Kasso.


Dilansir dari Katadata (13/5), pabrik ini dibangun oleh European Energy dan Mitsui dengan biaya sekitar €150 juta atau setara Rp2,79 triliun. Produksi tahunannya diprediksi mencapai 42.000 ton atau 53 juta liter e-metanol, cukup untuk menggerakkan satu kapal kontainer raksasa yang lalu-lalang antara Asia dan Eropa. Maersk, sebagai salah satu pemain utama industri pelayaran global, langsung mengambil posisi sebagai pelanggan utama—menandai keseriusan mereka dalam mengejar target nol emisi karbon pada 2050, sesuai dengan arahan Organisasi Maritim Internasional (IMO).


Generasi Sumber Daya Manusia Baru


Kita bisa melihat ini bukan hanya tentang teknologi energi, tapi tentang cara baru perusahaan memandang masa depan. Investasi besar pada energi terbarukan ini menunjukkan bahwa keberlanjutan kini menjadi bagian dari strategi bisnis inti, bukan sekadar proyek PR. Di level SDM, ini juga membuka lapangan kerja dengan kompetensi baru yang sebelumnya belum eksis, dari teknisi energi terbarukan, analis emisi karbon, sampai manajer sustainability. Bisnis yang tanggap terhadap isu ini punya peluang lebih besar untuk menarik talenta generasi baru yang peduli lingkungan dan masa depan.


Jika perubahan besar bisa dimulai dari pabrik kecil di Denmark Selatan, apa yang bisa dimulai dari tempat kerja kita hari ini? Semoga ini jadi refleksi bagi banyak instansi & organisasi untuk melihat keberlanjutan bukan sebagai beban, tapi peluang jangka panjang yang layak dikejar.