Credits: AI generated
Ketika urusan birokrasi ketenagakerjaan kembali jadi sorotan karena kasus hukum, pertanyaannya bukan lagi apa yang salah tapi “kenapa ini terus berulang?”. Terlebih ketika menyangkut urusan tenaga kerja asing, isu yang selalu sensitif baik di mata publik maupun pelaku usaha.
Melansir Katadata, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Gedung A Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta Selatan, Selasa (20/5), terkait dugaan suap dan gratifikasi dalam pengurusan tenaga kerja asing (TKA). Gedung ini menampung sejumlah unit strategis, termasuk Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta), yang disebut sebagai titik perkara.
Plt. Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyebutkan, “Oknum Kemnaker pada Dirjen Binapenta memungut/memaksa seseorang memberikan sesuatu Pasal 12 E dan atau menerima gratifikasi Pasal 12 B terhadap para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia.” KPK telah menetapkan delapan tersangka, namun belum mengungkapkan identitas mereka. Dari lokasi, penyidik menyita sejumlah barang bukti seperti tas, plastik, dan buntalan kain.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan bahwa pihaknya telah mencopot pejabat-pejabat yang diduga terlibat sejak Februari dan Maret. Meski begitu, ia memastikan layanan izin TKA tetap berjalan normal.
Krisis Integritas & Reputasi Sistem Ketenagakerjaan
Dari sisi HR dan professional, dugaan pemerasan terhadap TKA ini menunjukkan kegentingan tata kelola perizinan di sektor ketenagakerjaan. Isu TKA di Indonesia selalu sensitif. Di satu sisi dibutuhkan untuk mengisi celah keahlian tertentu, di sisi lain sering memancing sentimen negatif di kalangan tenaga kerja lokal. Ketika perizinannya justru dimanfaatkan sebagai ruang pemerasan, ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap tujuan pembangunan tenaga kerja yang inklusif dan kompetitif.
Praktik ini juga merusak reputasi Indonesia di mata dunia usaha internasional. Kepastian hukum dan birokrasi yang bersih adalah dua hal penting yang dinilai oleh investor dan korporasi asing ketika memutuskan untuk membuka atau memperluas operasional di Indonesia. Dengan adanya kasus ini, kepercayaan terhadap integritas sistem kerja kita kembali diuji.
Langkah cepat Menaker mencopot pejabat patut dicatat sebagai bentuk tanggung jawab, tapi publik tetap berhak tahu sejauh mana sistem internal mampu mencegah kasus serupa ke depan? Apakah perbaikannya hanya berhenti di rotasi jabatan atau akan menyentuh pembenahan menyeluruh?