Credits: Kompas.com
Bursa kerja adalah jembatan antara pencari kerja dan dunia industri. Namun, ketika antusiasme meluap tanpa kesiapan sistem yang matang, peluang bisa berubah menjadi tekanan sosial. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Cikarang, ribuan orang berbondong-bondong mencari kesempatan kerja dalam satu lokasi dan tidak semua mampu bertahan dalam kepadatan tersebut.
Dilansir dari CNN Indonesia, Job Fair "Bekasi Pasti Kerja 2025" yang diadakan oleh Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi di President University Convention Center, Cikarang, dipadati lebih dari 25.000 pencari kerja. Sementara jumlah lowongan hanya sekitar 2.557 dari 64 perusahaan. Kepadatan yang tak terkendali menyebabkan beberapa pelamar mengalami pingsan.
Kapolres Metro Bekasi Kombes Mustofa mengonfirmasi situasi tersebut, meski menekankan bahwa kondisi kini sudah kondusif. Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, menyatakan bahwa bursa kerja ini bagian dari program prioritas 100 hari kerja dengan harapan menekan angka pengangguran di daerah.
Bukti Jumlah SDM dan Ketersediaan Lapangan Kerja Tak Seimbang
Dari perspektif HR, angka 25 ribu pelamar versus 2.557 lowongan jelas memperlihatkan gap yang sangat besar. Pemerintah memang menunjukkan niat baik melalui program ini, tapi perencanaan logistik jelas belum begitu matang sehingga akhirnya menimbulkan risiko keselamatan dan efek psikologis bagi para pencari kerja.
Tapi belajar dari fenomena yang terus menerus terjadi seperti ini, juga bisa menjadi panggilan bagi dunia industri untuk lebih proaktif & kreatif dalam membuka akses dan peluang kerja (tentunya sesuai dengan kapabilitas masing-masing pelaku usaha), karena jika hanya mengandalkan event formal seperti ini, kemungkinan kejadian yang sama untuk terjadi di kemudian hari akan tetap besar.